Rabu, 01 Oktober 2014

becoming Teacher

Aku memang terpikir untuk menjadi guru. Sejak lama. Yang kuingat, di umur empat tahun - ketika itu aku sudah bisa membaca dan menulis, aku suka menjadi guru dalam permainan sekolah-sekolahan bersama tetangga-tetangga sebaya. Membacakan mereka serial Tini atau dongeng dari majalan Bobo. Dan kalau kuingat, cita-cita pertamaku adalah ingin menjadi guru. Setelah itu baru astronot, dokter, wartawan dan lain-lain selayaknya anak-anak...

Saat awal kuliah, aku kembali menulis 'guru' di kolom cita-cita saat mengisi buku angkatan reuni SD. Entah kenapa. Terpikir begitu saja, lalu terlupakan.

Selama kuliah juga, aku berkenalan dengan banyak orang, banyak komunitas dan kegiatan. Belajar hal-hal baru. Pemikiran baru. Sempat punya mimpi untuk membuat semacam TK atau taman bacaan di mana aku bisa membacakan dongeng.

Lalu pada sebuah kuliah sosiologi postmodernisme, dosen menyuruh kami menjawab tiga pertanyaan dalam sehelai kertas. Kalau tidak salah, apa yang paling diinginkan dalam hidup, profesi yang dicita-citakan dan bagaimana sosiologi bisa membantu. Untuk pertanyaan cita-cita, aku menuliskan guru. Masih dengan entah kenapa.

Tapi kata-kata seperti mantra, ia bekerja di luar kesadaran kita. Aku tidak merasa pernah sangat mengejar dan keras kepala untuk menjadi guru seperti ketika aku ingin menjadi wartawan dan merintis jalan itu hingga benar-benar menjadi wartawan. Tiba-tiba saja aku tersadar, aku sudah menjadi guru.





Bukan hanya satu, tapi SOKOLA sudah meninggalkan jejak di 14 tempat, 14 komunitas dengan karakter dan persoalan yang berbeda. Bukan hanya 10, 20, 100 atau 200. Kami punya lebih dari 10.000 penerima manfaat. Melebihi apa yang pernah kuimpikan.

SOKOLA telah melewati 11 tahun. Pada rapat di malam 30 September 2003 yang kami sepakati sebagai hari berdirinya SOKOLA, aku sama sekali tidak membayangkan kami akan sampai di titik ini. Penuh syukur. Semoga Tuhan senantiasa melindungi kami, memberikan kesehatan dan keselamatan kepada guru-guru kami; menjaga semangat dan cinta kami dalam bekerja.

Selamat ulang tahun SOKOLA. Besarlah dalam kesederhanaan.
30 September 2003 - 30 September 2014 

Senin, 04 Agustus 2014

The Award

Ini tentang Butet, yang pertama kali kukenal sekitar 11 tahun lalu saat aku pertama kali menginjakkan kaki ke Jambi. Setelah itu kami berbagi kamar. Setelah itu, kami banyak berdiskusi juga dengan Dodi, Oceu dan Willy. Setelah itu kami mendirikan SOKOLA, tepatnya pada 30 September 2003. Setelah itu, kami selalu bertemu.


30 Juli kemarin, pada malam setelah film Sokola Rimba ditayangkan di televisi untuk pertama kalinya, kami menerima kabar luar biasa: Butet Manurung terpilih sebagai salah satu penerima penghargaan Ramon Magsaysay 2014. Ini bukan saja kabar baik untuk Butet pribadi, tetapi juga kami semua di SOKOLA.

Kenapa Butet? Kenapa bukan kami yang juga mendirikan SOKOLA? Atau bahkan guru-guru lain yang pernah mengajar Orang Rimba di Hutan Bukit Duabelas? Ada juga yang bertanya seperti itu. Well, semakin tinggi pohon, semakin kencang angin. Tapi yang pasti, mereka tidak mengenal Butet dan bagaimana ia bekerja: mengoperasikan segenap intuisi untuk memahami komunitas, untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhannya menghadapi perubahan, dan untuk bertahan hidup di hutan. Dan paling penting adalah keberpihakan. 

Tidak banyak orang yang mampu menghabiskan bertahun-tahun waktunya dengan tinggal di hutan, bahkan ada masanya ia ke rimba dengan biaya sendiri dan harus survival di rimba. Bukan karena tuntutan pekerjaan, atau gaji di akhir bulan. Dan aku masih ingat bagaimana matanya selalu berbinar-binar dalam setiap pertemuan dengan anak-anak di rimba. Lebih dari itu, 14 tahun membuktikan konsistensinya, bahkan tidak hanya di rimba. Melalui SOKOLA kami menjangkau komunitas buta huruf lainnya di Indonesia. 

Aku mengenalnya sebagai orang yang berkemauan keras dan tidak punya kata lelah dalam kamusnya. Dengan energi yang sangat besar, Butet yang kukenal tidak akan berhenti berusaha hingga tetes keringat terakhir. Sering sepak terjangnya membuatku terengah-engah mengikuti. Tapi ya biarin aja, karakter itulah yang membentuk organisasi kami. Karakter itulah yang mengantarnya mendapat penghargaan. You deserve it!

Tak kalah menggembirakan adalah kabar kehamilannya yang sekarang menginjak usia tujuh bulan. Dan kemarin, Butet terbang ke Canberra untuk selanjutnya melahirkan di sana. Dan tidak ada yang lebih baik yang bisa kulakukan selain menjahitkan sesuatu untuk menyambut bayi yang akan lahir dari rahim ibu yang keren. 

'

Tema ini muncul dengan tidak sengaja. Kain-kainnya dibeli di waktu yang berbeda dan tiba-tiba saja cocok untuk jahitan ini.



Temanya hutan. Hijau. Dan kebetulan aku memang suka mengumpulkan kain bermotif binatang dan pohon atau daun.


Fire-truck dijahitkan untuk mengingatkan ayahnya yang seorang pemadam kebakaran.



Selamat jalan sista, semoga sehat dan lancar persalinannya. Semoga kita ketemu di Manila akhir bulan ini. Very proud of you!

best things in life

Sudah lama menunda untuk menulis dengan judul ini. Tidak ingin mendramatisir, tapi harus diakui perasaanku kadang-kadang (catat, ya: kadang-kadang saja) masih 'drama'. Ada momen-momen yang membuat aku teringat, dan sedih. Tapi pada akhirnya, aku bersyukur bahwa I've never been that worst. Duniaku terlalu indah. Terima kasih, Tuhan.

Salah satu momen terbaik yang pernah aku punya adalah menyadari bahwa aku hamil bersamaan dengan beberapa sahabat terdekat. Kegembiraannya berlipat-lipat. Maka, yang terburuk adalah ketika aku harus kehilangan hal terbaik itu.

Aku tidak ingin bercerita momen-momen kecil yang membuat aku kembali sedih, atau prosesku untuk memaknai kejadian ini. Tetapi satu hal yang ingin aku ingat bahwa di saat terburukku, aku masih dikelilingi hal-hal terbaik. Hari itu, entah kenapa banyak kabar dari rimba yang membuatku senyum-senyum sendiri. Ada semangat yang terkirim dari sana, menjadi energi buatku, menjadi pengingat betapa aku punya hal-hal baik yang membuatku tetap bersyukur.

Hal-hal baik tidak melulu sesuatu yang besar. Kadang-kadang sederhana saja. Sesederhana nastar bikinan mama, keponakan yang menyambut riang, menyelesaikan season terakhir How I Met Your Mother, menghabiskan waktu bersama adik, atau memeluk suamiku dari boncengan belakang motor sambil jalan-jalan keliling Jogja. Mudik.

Dan ini adalah oleh-oleh lebaranku kemarin. Buku+pola, kain, juga jahitan untuk Beia.






Selamat Lebaran semua. Mohon maaf lahir dan batin.

Jumat, 13 Juni 2014

weekend sewing: I can't wait

Tidak bisa menunggu. Tadi malam, pulang kantor sekitar jam 11 malam langsung membongkar kain dan peralatan menjahit. Untung siangnya sempat mampir toko jahitan untuk beli ring besi, resleting, dan benang. Pas sekali dengan sampainya kiriman kain yang aku beli dari toko online di facebook. Apalagi yang ditunggu.

Oh ya, ini karena mulai bulan Juni aku ikut kelas yoga. Sebetulnya matras disediakan di sana, tapi begitu ikut kelas yoga, isi kepalaku seputar apa yang bisa kujahit untuk ini. Maka sejujurnya, buru-buru beli matral adalah supaya aku bisa bikin tasnya... Hehehe...


Foto di atas, itu versi tanpa pouch. Jadi sebetulnya bisa dipakai strap-nya aja. Ehm, kainnya cakep, ya...  Katun jepang. Sayang gambar polanya kebalik, jadi bunganya ngadep bawah... Hahaha... Sebetulnya udah sadar sebelum menjahit, tapi karena udah keburu ngantuk dan pengen cepet-cepet liat hasilnya, ya sudahlah... Tetep keren kok...


Bagian pouch, bisa dilepas-pasang. Sengaja, meskipun ngga punya alasan pasti kenapanya. Polanya kubikin sendiri, karena sejauh aku browsing, ngga nemu tutorial yoga mat bag/strap model begini. Idenya dari produk yoga, tapi bukan yang handmade. Karena pola sendiri, dan belum pinter teknik bikin pouch yang bener, jujur aja, dalemnya acak adut.


Karena ngantuk dan buru-buru itu juga ada beberapa kesalahan kecil lain. Misalnya, lupa jahit bagian luar zipper untuk 'ngunci' kainnya. Jadilah pakai jelujur manual, sekalian pakai benang sulam warna merah. Juga talinya kepanjangan karena ngga diukur dulu. Akhirnya aku jahit lipat aja. Sempet juga salah jahit strap, kainnya kebalik. Karena males ndedel, jadi gunting kain lagi...


Dan more happy karena ternyata botol air bisa masuk juga. Praktis. Karena memang cuma ini yang aku bawa ke tempat yoga: matras, botol air, handuk kecil, hp dan dompet receh.



Jahitan ini diselesaikan pukul 4.00 pagi dengan mata setengah merem. Dan, selalu setelah begadang, menjelang pagi pasti bersin-bersin. Sama aja ngga tidur. Ya sudah, foto-foto aja... 

I am happy!

weekend sewing: move on

Ini late post. Sekitar tiga minggu yang lalu. Menjahit selalu membuatku bahagia. Ada binar-binar di mata, kata Dodi. Juga ide-ide dalam kepala yang terus menggelinding. Menyenangkan bisa menuangkan ide, pada saat ia muncul. Kebetulan, selain weekend, di minggu itu ada dua tanggal merah. Memperpanjang waktu menjahitku.

Pertama adalah apron, kado ulang tahun untuk Iki. Sebetulnya ini sudah kujanjikan - ke ibunya tentu - lebih dari dua tahun lalu. Iki suka masak. Dari dua tahun lalu, hingga sekarang, masih suka memasak. Makanya aku dengan senang hati menjahitkan apron ini.




Apronnya kubawa di perayaan ulang tahun bersama beberapa teman SOKOLA sekaligus house warming rumah Hanoy di Cibitung. Beberapa kali setiap bulan Mei, ada perayaan ulang tahun bersama. Sponsornya bergantian. Ulang tahun mungkin bukan yang utama, tetapi menjadi alasan kami untuk berkumpul. Seperti keluarga.

Dan quilt tote bag ini, idenya muncul tiba-tiba. Langsung dijahit hari itu juga. Aku penasaran teknik quilt, menggabungkan tiga material. Aku pakai busa untuk bagian tengahnya. Efek menggelembung ini yang aku cari.


Agak mengherankan karena sebelumnya aku ngga suka quilt. Setidaknya dari yang pernah aku lihat selama ini, hampir semua bunga-bunga dengan warna lembut. Atau penggunaan busanya kadang malah bikin jelek. Makanya aku penasaran untuk bikin quilt bag, tapi sesuai seleraku. Aku cukup puas.



Selain apron dan quilt bag, aku merampungkan menggabungkan selimut bayi yang aku jahit beberapa minggu sebelumnya. Lalu juga muncul ide spontan untuk membuat selimut bayi (agak besar ukurannya, mungkin bisa dipakai sampai balita) hijau ini setelah menemukan kain katun hijau dengan empat motif polka dan gingham check. Menggabungkan dengan kain-kain lama yang sudah ada. Bahagia rasanya kalau kain-kain lama akhirnya menemukan jodohnya dalam satu jahitan yang keren.


Dua selimut itu masih membutuhkan finishing manual, hand stitch. Nanti kalau selesai, pasti aku posting.