Dan minggu lalu, biarpun cuma tiga hari tapi terasa lama karena kami mengalami banyak hal. Ke Singapore kali ini untuk urusan book tour untuk The Jungle School. Aku, Dilla, Kak Butet dan suaminya Kel, serta 400 eksemplar buku The Jungle School dan perlengkapan tempur kami lainnya. Dari 400 buku, 220 eksemplar kami kirim dengan kargo sisanya kami bawa di kabin. Total bawaan kami adalah dua koper besar, empat koper kecil, dua kardus, day pack masing-masing, serta tas laptop dan kamera. Skenario membawa buku ke kabin tidak berjalan, tapi ke-empat koper kecil lolos masuk bagasi tanpa biaya tambahan. Itu karena Tiger Airlines semena-mena menutup check-in desk satu jam sebelum keberangkatan, padahal tertulis di tiket 45 menit sebelumnya. Complain habis-habisan cuma bisa membawa dua dari tiga orang dalam tiket terbang ke Singapore, berikut seluruh bagasi kami tanpa ada timbang-timbangan lagi. Kel akhirnya menyusul pada penerbangan besokannya. Dan jadilah malam itu aku dan Kak Butet membawa empat koper buku menuju kompleks KBRI tempat kami menginap.
Tiga hari berikutnya di Singapore tak henti kami berlari. Itinerarynya sangat padat, sampai-sampai tak sempat istirahat. Dua event buku, beberapa pertemuan, mengurus pengambilan kargo, serta membawa buku ke distributor. Pada hari ke-dua aku sempat mencuri satu jam untuk masuk ke Spotlight, toko peralatan craft yang memang sudah aku browsing jauh sebelum aku ke Singapore. Masuk Spotlight dengan waktu hanya satua jam justru membuatku ingin menangis. Begitu banyak peralatan menjahit, peralatan rumah, kain-kain cantik, dan aku tidak punya cukup waktu untuk memutuskan apa yang harus aku beli! Aku keluar tanpa beli apa-apa.
Besoknya lebih baik. Kami punya waktu bebas selama tiga jam sebelum menuju airport untuk terbang pulang. Aku kembali ke Spotlight dengan lebih fokus: no kain kecuali laminated fabric yang memang susah didapat di Jakarta. Kain cantik tidak ada habisnya, dan itu hanya persoalan motif. Apalagi belum ada kepikir project menjahit lagi yang butuh kain tertentu, kecuali kain laminated itu. Lainnya, aku beli peralatan jahit seperti jarum sulam, jarum pentul, juga tang untuk membuat mata ikan. Aku cukup puas, dan merasa belanja bijak. Hahaha... Akhirnya aku merasa bahwa slogan "do it yourself" pun bisa membuat kita belanja lebih banyak dari pada membuat sesuatu. Itu kenapa aku meletakkan kembali beberapa barang yang tadinya sudah aku pegang-pegang. Untunglah aku tidak menyesal :-)
Dan hari Minggu kemarin, aku menghabiskan waktu istirahatku dengan menjahit! Tiba-tiba saja terpikir membuat apron untukku sendiri, dan juga Dodi kalau dia mau pakai. Setelah membongkar kontainer harta karunku, akhirnya terpilih dua kain koleksi untuk dijahit jadi apron.
Aku senang, pada akhirnya hari yang melelahkan ditutup dengan menjahit...