Senin, 08 April 2013

Long Time No See

Lama juga tidak menulis di sini. Tahun ini tidak banyak yang kujahit. Tidak banyak waktuku untuk menjahit, meski banyak ide-ide berlari-larian di kepalaku. Mereka datang dan menari-nari, lalu kebanyakan hilang sebelum aku bisa memindahkannya dalam jahitan. Mungkin aku akan menulis panjang-panjang sekarang, mumpung sempat. Dan meng-upload beberapa hasil jahitan hasil mencuri waktu luang. Beberapa sudah pernah upload di facebook.

Ini yang pertama, upcycle dari karung terigu, hasil pulang kampung dari Jogja. Dua karung aku beli dalam keadaan bersih, dari seorang bapak tua di pasar Beringharjo. Dan dua kain semotif yang aku beli terakhir, seperti menemukan jodohnya.


IDR 100K.
Blue/Gunung Bromo SOLD

Lalu mundur lagi ke belakang. Weekend sewing awal bulan lalu.


Bantal ungu ini... ooohh... I love it so much. Sampai-sampai ngga jadi dijual. Hihihi... Tanggung soalnya. Kalau dijual cuma ada satu. Idenya pas liat-liat ke Muji, mereka jual sarung cushion kotak-kotak bahan flanel dengan detil jahitan pinggir yang unik. Kepikir untuk bikin sendiri, dengan tambahan tag 'hug me' supaya ngga polos-polos amat. Pada akhirnya sempet ke Cipadu dan nemu flanel ungu ini. Sayang cuma ada sepotong. Dan kurang dua centi untuk kubikin sepasang sarung bantal. Jadi ya, ini cuma satu-satunya. Mungkin nanti, kalau ada kain seperti ini lagi, aku akan bikin beberapa.


Dan gantungan kunci ini, recycle dari tapi bagian lengan kemeja yang biasanya untuk mengglung lengan panjang. Ah, ngga tau apa namanya. Yang jelas aku kurang suka kalau kemeja ada tali seperti ini. Aku lepas saja. Dan ternyata bagus juga jadi gantungan kunci. aku punya satu lagi, jadi gantungan flash disk miniku. 


Dan ini, baby bootie untuk baby Nay, cucuku. Hihihi, iya, aku punya cucu dari keponakan Dodi. Bootie ini aku jahit marathon: di Kranji (di sela-sela rapat), di Sawangan, dan di Bandung. Sayangnya, aku ngga nemu toko craft di Bandung untuk beli tali sepatu yang lebih bagus. Ohya, ini polanya aku modifikasi sendiri. Soalnya ngga nemu pola dengan ukuran yang pas.

Itu sudah. Aku kira aku punya lebih banyak lagi. Ternyata cuma ini... 




surat cinta dari Papua

Sore yang panas ketika tiba-tiba sebuah sms masuk. Sms yang ditunggu-tunggu setelah seminggu tak ada kabar. Sms dari Papua. Dari Dodi, yang bersama Oceu melakukan assessment pendidikan di kampung Mumugu, desa Sawaerma, Asmat, Papua.

Jauhnya mungkin bisa dibayangkan. Mereka berangkat Senin malam tanggal 25 Maret lalu dengan rute Jakarta-Denpassar-Makassar-Timika. Mendarat pagi harinya di bandara Timika, kemudian lanjut ke Agats dengan pesawat kecil. Perjalanan dilanjutkan keesokan harinya dengan tiga jam perahu motor ke Sawaerma.

Ada apa di sana?

Mulanya adalah undangan dari Keuskupan Agats untuk merintis pendidikan alternatif di sana. Papua. Yang menurut data, memiliki tingkat buta huruf tertinggi se-Indonesia, sekitar 40%. Dan Mumugu sendiri, menurut data BPS, punya angka buta huruf hingga 75% dari populasi. Tapi itu yang tercatat. Kemungkinan lebih.

"So far so good. Bentar lagi kita punya Sokola Asmat!" Demikian laporan singkat perjalanan seminggu kemarin. Tiba-tiba saja kalimat itu menjadi energi yang membuat sisa sore menjadi begitu indah. Aku seperti terbang membayangkan kemungkinan itu di depan mata. Dadaku seperti dipenuhi bunga. Membuatku terus tersenyum sepanjang hari itu.

Mungkin rasanya seperti dilamar dengan cincin berlian. Itu kalau untuk orang lain. Tapi buatku, tidak ada yang lebih romantis selain membayangkan senyum anak-anak yang akan menjadi murid kita di sana. Membayangkan suara mereka mengeja kata. Membayangkan pondok kayu bertuliskan SOKOLA.

Sudah lama tidak merasakan seperti ini. Terakhir mungkin waktu Dodi ke Halmahera untuk merintis lagi program literasi yang sempat terhenti. Itu sebulan setelah pernikahan kami. Sebagai bonusnya, kami ketemu di Flores, karena kebetulan aku sedang monitoring program di sana. Lalu berakhir di rumah sakit. Malaria.

Tahun ini Dodi kembali lagi ke SOKOLA - dengan segala konsekuensinya untuk rumah tangga kami : ) Tapi perasaan ini, tentu tidak ternilai harganya. Pekerjaan ini, memang bukan cuma milik kami. Tapi perasaan ini sangat personal. Apalagi, hampir selalu Dodi yang menjadi perintis program di lokasi-lokasi baru. Aku selalu bersemangat menunggunya pulang dan bercerita tentang bakal sekolah kami.




Anyway, happy wedding anniversary Aa. Terima kasih untuk sekolah-sekolah kita, untuk senyum anak-anak, dan sapaan hangat warga yang menyambut. I love you and so proud of you!