Selasa, 29 April 2014

Satu Bintang di Langit Kelam

Angkasa tanpa pesan, merengkuh smakin dalam
Berselimut debu waktu ku menanti cemas
Kau datang dengan sederhana, satu bintang di langit kelam
...
Khayalku terbuai jauh
Pelita kecilmu mengalir pelan dan aku terbenam

(RSD-Satu Bintang di Langit Kelam)

Aku suka memandang langit. Pernah dulu, suatu waktu yang aku ingat di Jambi dalam perjalanan di boncengan motor menuju desa-desa di tepian hutan Bukit Duabelas. Aku memandangi langit terik siang itu dengan senyum lebar dan merasa Tuhan sedang mengedip kepadaku. Kubisikkan terima kasih, karena Ia memberiku pacar yang kemudian menjadi suamiku.

Lain waktu, sering kali aku mencari-cari bintang layang-layang di langit selatan. Bukan apa-apa, cuma rasi selatan itulah yang aku ingat. Jakarta nyaris tidak pernah punya bintang. Langitnya selalu kemerahan. Jelek dan tidak menghibur orang-orangnya yang kelelahan. Kemewahan bintang selalu kudapatkan di Jambi, terutama di rimba sekalipun hanya mengintip dari balik rimbun dedaunan. Di Sawangan, lumayanlah. Masih bisa menikmati malam-malam berbintang. Tetapi tidak malam itu.

Aku ingat sekali malam itu, ketika hari baru saja dimulai. 27 April 2014. Dalam perjalan di boncengan motor yang melaju perlahan, aku melihat langit. Sepi. Tidak ada bintang sama sekali. Lalu aku ingat kalau siang hari tadi aku menyulam bintang merah sebagai aksen pada sebuah sarung bantal kecil untuknya. Setidaknya aku punya bintang hari itu. Bintang yang kusulam dengan doa dalam setiap tarikan benangnya. Juga aku mengingat bahwa tadi aku tertidur dengan buku doa yang masih di tangan, serta menyempatkan sholat sunat sebelum beranjak menuju rumah sakit. Aku siap menghadapi yang terburuk. 


Aku bisikkan terima kasih melalui langit, atas banyak nikmat dan pelajaran yang Tuhan berikan pada minggu-minggu terakhir ini. Innalillahi wa inna illaihi roji'un. Kuikhlaskan ia kembali kepda-Mu, ya Allah. 

Kuselipkan pula doa untuk ibuku. Aku sangat yakin, dari ia lah semua kekuatan ini berasal. 

Selasa, 22 April 2014

anakku

Tumbuh, tumbuhlah anakku
Raihlah cita-citamu
Jangan pernah engkau ragu, sayang
Doaku slalu bersamamu
Membuat aman di hidupmu

(Anakku, Vina Panduwinata)

Anakku,

Terima kasih telah menemaniku minggu-minggu terakhir ini. Membuat kami begitu berbahagia. Baru aku mengerti mengapa dinamakan rahim, tempatmu saat ini, tempatmu terlindungi oleh kasih sayang.

Aku pernah membaca Harry Potter - nanti kamu bisa membacanya - dan bagian terbaik yang diceritakan di sana, bahwa kasih sayang ibu adalah sihir paling mandraguna untuk melindungi anaknya. Sekalipun ini cerita khayal, tetapi siapa yang bisa membantahnya?

Harapan kami untuk melihatmu lahir, tumbuh dan dewasa. Kita sama-sama berdoa ya, dan saling menguatkan. 

Peluk cium dari ibu.