Lebaran adalah waktunya bersama keluarga, makan, berkabar, dan bergembira. Sayangnya memang, lebaran ini ngga bisa pulang ke Jogja. Waktunya terlalu sedikit karena kami masih harus mempersiapkan kegiatan Ekspedisi Literasi Papua dan ulang tahun SOKOLA yang semakin dekat. Dengan harga tiket yang sangat mahal, terlalu sayang kalau cuma sebentar di Jogja. Maka lebaran ini kami di Bandung, di keluarga Dodi. Lalu buru-buru ke Jakarta dan kumpul bersama keluarga besarku.
Selalu ada hal yang menjadi alasan kami untuk berkumpul - meskipun sejak aku pindah ke Sawangan, intensitasku berkurang. Kali ini kami merayakan lebaran sekaligus perpisahan dengan Tanya, sepupuku yang akan segera terbang ke Swedia untuk melanjutkan sekolahnya di sana. Banyak doa untuknya.
Aku jadi mengingat pengalamanku sepuluh tahun yang lalu. Di usia yang sama dengan Tanya sekarang, untuk pertama kalinya aku meninggalkan rumah untuk ke Jambi, ke tempat yang sama sekali tidak kukenal dan tak ada seorangpun yang kukenal di sana. Saat itu, keluarga-keluarga di Jogja datang untuk mengantarku pergi. Sebelumnya ada farewell kecil-kecilan di Jazz Coffee dengan teman-teman terdekat. Menu istimewa disiapkan oleh Mba Anik, pemilik Jazz Coffee: kopi duren. Aku juga membawa puding caramel dari rumah.
Pesan-pesan perpisahan, pelukan selamat tinggal dan doa dari orang-orang terbaik adalah bekalku merantau. Masih kusimpan jurnalku waktu itu, yang ditulisi catatan perpisahan dari semua teman.
Aku ngga pernah tahu, akan berapa lama pergi. Tapi aku masih ingat, saat itu aku percaya bahwa Jambi adalah langkah pertamaku melihat dunia. Ini tertulis di jurnalku saat itu. Dan pada akhirnya memang, pengalaman Jambi membawaku untuk mendatangi tempat-tempat lain di Indonesia bahkan keluar negeri.
Maka kupikir, momen ini juga akan menjadi titik penting buat Tanya yang juga selama 25 tahun tidak pernah meninggalkan Jakarta, rumah, untuk waktu yang lama. Akan jadi momen yang menentukan masa depannya. Aku yakin, pasti ia akan pulang dengan cara pandang baru dan kedewasaan. I can't wait to welcome the new her next year.
Dan untuknya, kusiapkan sebuah kado kecil. Tak ada hal lain yang bisa kupikirkan sebagai hadiah selain sarung bantal. Hanya saja, ternyata aku tidak sempat untuk pulang ke rumah mengambil sarung bantal yang sudah kujahit serta benang dan peralatan sulamku. Dari Bandung kami langsung menuju ke Kebon Jeruk, tempat keluarga besar berkumpul.
Maka sisa waktu sehari setelah lebaran, aku memanfaatkan waktu keliling Bandung untuk mencari yang kubutuhkan. Sarung bantal kudapat di sebuah factory outlet, bahannya 100% katun dan sepertinya impor. Benangnya agak susah dicari. Toko-toko jahit tutup semua. Di BSM yang hanya sekitar 1 km dari rumah, ngga ada juga. Baru paginya, sebelum berangkat ke Jakarta, justru benang sulam ditemukan di warung kelontong dekat rumah. Dengan warna-warna yang cantik.
Maka inilah sarung bantal yang disulam dalam beberapa jam, dengan banyak keterbatasan:
Kata "Carpe Diem" pertama kali aku kenal dalam kuliah Sosiologi Postmodern. Diartikan dalam bahasa Inggris sebagai "seize the day" dan menjadi terkenal dalam film "Deat Poet Society". Belakangan, baru kutemukan definisi yang lebih akurat menurut wikipedia adalah "enjoy the day" atau "pluck the day" yang merunut bahasa aslinya (Greek) dianalogikan dengan panen, atau memetik buah-buahan yang masak.
Dan memang satu hal yang ingin kupesankan ke Tanya, agar ia menikmati saja semua pengalaman di sana. Perjalanan ini sendiri (sampai sepuluh bulan ke depan) adalah proses belajarnya yang tidak tergantikan.
Good luck our dear Tanya! We are gonna miss you...
***
Juga doa buat Mba Oke, agar diberikan kekuatan dan kesembuhan.
amin.
Selamat Lebaran semua! Maaf lahir dan batin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar