Dodi tidak bisa libur dari lapangan. Dan sepertinya tidak memungkinkan kalau aku ikut berlebaran menyusulnya seperti waktu ia penelitian di Ketapang beberapa tahun lalu. Sempat memutuskan untuk berlebaran di Jakarta saja, paling ke rumah bude-tante di sini. Tapi semakin dekat hari H, rasanya kok semakin sedih. Dan tiga hari sebelum lebaran, aku memutuskan untuk pulang. Tiket pesawat sudah mahal, apalagi setelah habis-habisan mendandani rumah. Kereta api sudah sold out. Hilda menawarkan travel temannya, well bukan travel biasa, tapi mobil rental yang dijadikan travel di musim mudik ini. Kebetulan ada kursi kosong yang berangkat H-1 lebaran.
H-1. Sudah menunggu dari sahur, ternyata mobilnya belum bisa balik ke Jakarta. Semalaman terjebak macet di Brebes. Sampai hampir tengah hari tidak ada kepastian. Percuma juga kalau berangkat sudah sore atau malam, atau bahkan besok. Tidak akan bisa mengejar lebaran. Padahal sudah terbayang ketupat opor + sambal krecek, nastar, kamar, rumah dan tentu keluarga. Apalah lebaran, kalau kita tidak pulang ke rumah. And home is where the heart is. Rumahku dua, ke Dodi atau ke Mama.
Sambil berlinang air mata, akhirnya aku browsing tiket. Beberapa kali refresh traveloka. Habis. Tinggal tiket yang harganya dua juta. Ngga mungkin beli semahal itu. Sampai akhirnya, ting! Ada satu tiket, berangkat sore itu dengan harga di bawah satu juta. Mungkin ada orang cancel. Tanpa pikir panjang langsung booking, mandi lalu repacking.
Akhirnya pulang dengan bahagia.
Aku layak bahagia, karena ternyata sudah setahun tidak pulang. Terakhir lebaran tahun lalu. Sepuluh hari di Jogja untuk menebusnya, dan hanya di rumah. Mungkin aku harus minta maaf ke teman-teman di Jogja karena sepuluh hari di Jogja aku sama sekali tidak berkabar apalagi ketemuan. Setelah lebih dari sebulan sendirian karena ditinggal Dodi penelitian ke Riau, maka 'rumah' adalah tempat yang kurindukan. Home is not a place, it's a feeling.
Hari ini kembali ke Sawangan dengan gembira. Ke rumah kami.
Sido Asih latar putih, khas jarik Jogja, lalu aku wiru - membuat lipatan-lipatan di satu sisinya, begitulah kami memakai jarik. Satu wiru perempuan untuk aku, dan satu lagi wiru laki-laki untuk Dodi.
Tidak hanya Jawa, tetapi Jogja. Di rumah kemarin, bongkar lemari Mama dan akhirnya dua jarik dihibahkan untukku. Satu jarik sogan Solo, dan satu lagi kasatriyan Jogja. Kebahagiaan lengkap setelah akhirnya aku mendapatkan kebaya lurik yang pas dan bagus. Pas dan bagus, karena sejak beberapa tahun yang lalu bolak-balik ke Tjokrosuharto ngga dapet lagi kebaya yang luriknya halus atau setidaknya lumayan. Kemarin tanpa sengaja, dapet kebaya ini di Jalan Solo dengan harga yang amat meringankan dompet ; )
Kebaya lurik dan jarik kasatriyan. I could not ask more for lebaran.
Selamat Lebaran,
Maaf lahir dan batin!